Bahkan
bahkan aku tak ingin menjadi huruf, karena huruf masih mengingatkanku
pada puisi, bahkan...
lalu ingin kututup buku catatanku, kurekat dengan isolatip, agar tak
kukenang lagi, huruf-huruf itu yang merayu dengan matanya yang
meredup sayu, bahkan...
jangan sebut aku penyair, karena aku hanya debu, yang menghampiri
telapak kaki-Mu
Mungkin
ini mungkin bukan puisi sayang, karena ia telah kupenjarakan dalam
angka-angka rahasia, setelah tak mungkin lagi aku membunuhnya. tak
mungkin lagi. karena ia sebagai lazarus yang terus bangkit dan
bangkit dari balik kubur. maka kukunci saja ia dalam lorong rahasia.
walau aku kerap merindukannya.
ini mungkin bukan puisi sayang, mungkin bukan, bukan mungkin, bukan
bukan, puisi mungkin, bukan mungkin, bukan?
mungkin...
Puisi yang Kubunuh Itu
puisi yang kubunuh itu suatu ketika mendatangiku
ia menyeringai dengan gigi yang tajam
memburuku
di tangannya yang berlaksa jumlahnya
tergenggam gergaji, palu, kapak, celurit, m 16, belati, granat, dll
memburuku
puisi yang kubunuh itu terus menghantu
dengan seringainya yang dingin
memburuku
dia terus menguntitku
sampai di kamarku yang pengap
memburuku
hingga masuk ke dalam mimpiku
ia terus mengutukku
bahkan aku tak ingin menjadi huruf, karena huruf masih mengingatkanku
pada puisi, bahkan...
lalu ingin kututup buku catatanku, kurekat dengan isolatip, agar tak
kukenang lagi, huruf-huruf itu yang merayu dengan matanya yang
meredup sayu, bahkan...
jangan sebut aku penyair, karena aku hanya debu, yang menghampiri
telapak kaki-Mu
Mungkin
ini mungkin bukan puisi sayang, karena ia telah kupenjarakan dalam
angka-angka rahasia, setelah tak mungkin lagi aku membunuhnya. tak
mungkin lagi. karena ia sebagai lazarus yang terus bangkit dan
bangkit dari balik kubur. maka kukunci saja ia dalam lorong rahasia.
walau aku kerap merindukannya.
ini mungkin bukan puisi sayang, mungkin bukan, bukan mungkin, bukan
bukan, puisi mungkin, bukan mungkin, bukan?
mungkin...
Puisi yang Kubunuh Itu
puisi yang kubunuh itu suatu ketika mendatangiku
ia menyeringai dengan gigi yang tajam
memburuku
di tangannya yang berlaksa jumlahnya
tergenggam gergaji, palu, kapak, celurit, m 16, belati, granat, dll
memburuku
puisi yang kubunuh itu terus menghantu
dengan seringainya yang dingin
memburuku
dia terus menguntitku
sampai di kamarku yang pengap
memburuku
hingga masuk ke dalam mimpiku
ia terus mengutukku
Comments
Post a Comment