Upacara Abu
Api yang dinyalakan telah mulai membakar. Lidahnya lebih tajam dari pedang. Amuknya lebih rongkah dari naga. Meliuk-liuk. Menjilati segala yang ada. Gemeretaknya melucuti keberanian. Menjadi keharuan. Mungkin pula ketakutan. Atau kecemasan. Karena biru hitam kuning merah menjela-jela. Dari wajah kusam. Dari mata yang meliar.
Inilah api. Mengamuk di dalam diri. Merobohkan segala.
O, diriku telah arang. Diriku telah abu. Ditiup angin ke segala penjuru. Menjelmalah burung-burung yang mencericit memekik menyeru namamu. Namamu.
Yang Meledak Dalam Dada
1.
ada yang meledak dalam dadaku mungkin bom waktu yang kusimpan telah sampai pada tiktaknya di detik nadir di titik akhir hingga puing puisi berserak menyerpih menjadi puing menjadi abu menjadi debu
2.
dijalin kabel dan mesiu dalam dada agar hilang nyeri tak henti menusuki jantung hati dunia yang kehilangan nurani kehilangan cinta sejati diri nyeri diri hingga geletar menjelma gelegar hingga tumpas segala nyeri merindu yang abadi
Api yang dinyalakan telah mulai membakar. Lidahnya lebih tajam dari pedang. Amuknya lebih rongkah dari naga. Meliuk-liuk. Menjilati segala yang ada. Gemeretaknya melucuti keberanian. Menjadi keharuan. Mungkin pula ketakutan. Atau kecemasan. Karena biru hitam kuning merah menjela-jela. Dari wajah kusam. Dari mata yang meliar.
Inilah api. Mengamuk di dalam diri. Merobohkan segala.
O, diriku telah arang. Diriku telah abu. Ditiup angin ke segala penjuru. Menjelmalah burung-burung yang mencericit memekik menyeru namamu. Namamu.
Yang Meledak Dalam Dada
1.
ada yang meledak dalam dadaku mungkin bom waktu yang kusimpan telah sampai pada tiktaknya di detik nadir di titik akhir hingga puing puisi berserak menyerpih menjadi puing menjadi abu menjadi debu
2.
dijalin kabel dan mesiu dalam dada agar hilang nyeri tak henti menusuki jantung hati dunia yang kehilangan nurani kehilangan cinta sejati diri nyeri diri hingga geletar menjelma gelegar hingga tumpas segala nyeri merindu yang abadi
Comments
Post a Comment