DI LONDON SALJU POST COLONIAL
salju turun demikian lebat selebat kelebat kelebat bayangan sejarah
di antara patung patung dan gedung tua
sale! sale! musim dingin belum habis
wajah wajah cerah berburu di butik butik
aku membayangkan salju post colonial turun
di ruangan berpenghangat
tak ada yang menanyakan darimana aku berasal
seperti hanya kuduga wajah wajah eropa timur
lithuania, rumania, rusia, slovakia,
bangsa bangsa yang berdesakkan dalam kepalaku
juga di dalam butik butik yang berteriak sale sale
aku berfoto dengan patung muhammad alfayed,
dan tak masuk ke tokonya,
harod, aku ikut bersedih tentang dodi dan diana
salju turun demikian lebat
parit parit membeku, di london city, aku ikut membeku
bersama ingatan post colonialku
CHINA TOWN
apa yang merekatkan kita, mungkin nasi
bukan steak kentang dan roti
bebek panggang di chinatown london, enggan masuk ke dalam lambungku
ah, masih kuingat bebek panggang di pusat kota beijing
kedai makan yang berhuruf arab di temboknya
tapi udara demikian dingin, dan aku harus makan
sup yang hambar, sayur yang tak jelas rasanya, bebek yang asin dan asing
kukunyah perlahan, nasi memang mengeratkan kita
LOST IN LONDON
aku tersesat di london
saat toko-toko tutup jam 7 malam,
aku tersesat dengan handphone roaming
yang merampas pulsaku
aku menelusur trotoar china town london
dengan perut sakit menahan diare
aku termangu di trotoar depan kios tatto
menggigil kedinginan
di kota london yang asing
aku harus berbicara dengan sopir taxi
"do you know hotel novotel?"
sopir taxi, keturunan india tertawa:
"find your hotel adress, eight novotel in london."
london masih sore, jam 7 malam
di tanah air sudah jam 2 dinihari
dan aku menggigil kedinginan
di antara salju yang melebat
aku tersesat di london
MADAME TUSSAUD
"where is sukarno madame?"
tapi madame tussaud tak menjawab pertanyaanku
di musium ini aku ingin melihat patung presidenku
tapi sukarno tak ada, suharto tak ada, susilo bambang yudhoyono tak ada
aku tertawa saat ada yang memeluk beyonce dan marilyn monroe
aku mendamaikan rosevelt dan hitler, mari kita berfoto, kataku
tak menemukan sukarno, aku menemukan enstein, hawkins, picasso dan shakespeare
aku bacakan puisi tentang london yang membeku dengan salju
jangan terlalu tegang arnold, ini bukan di film action
tertawalah seperti becham, seperti tom cruise
selintas aku bertemu madame tussaud lagi,
sebelum melintas di rumah hantu, rumah kekejian sejarah manusia
di musium ini,tak ada tanda pintu keluar, hanya ada: this way
aku tersenyum melintasi sejarah britania raya
dengan kereta mini, tersenyum pada kamera yang meminta tebusan
biarlah kau simpan fotoku madame,
aku tak punya uang pound berlebih
mungkin engkau akan membuat patung lilinku, kelak
VICTORIA VICTORIA
gedung gedung tua sepanjang buckingham,
sepanjang jalan jalan london
victoria victoria
thames yang jernih belum membeku
mengalirkan sejarah kegelapan dan pencerahan
penaklukan demi penaklukan negeri negeri jauh
victoria victoria
nama yang selalu bergetar di antara gedung gedung tua
perhiasan emas dan permata, di musium musium kota
victoria, victoria
gold glory gospel menyalakan matahari di semua lautan dan benua
di sepanjang jalan britania raya
OBRAL MUSIM DINGIN
mari kita berbelanja, kata reklame
mengajak ke london dan paris
di musim dingin banyak sale banyak soldes
nampak wajah-wajah cerah
dari negeri-negeri jauh
dari eropa timur dan asia
aku memeriksa label harga
nampak tertera: made in china, vietnam dan kamboja
pantas murah harganya
selamat datang, welcome, are you from indonesia?
pedagang asal maroko menyapaku, dia bisa berbahasa indonesia
di toko-toko london dan paris
aku disapa pedagang india, maroko, afganistan, thailand
aku menatap harod, toko milik alfayed, dari jauh
aih alfayed, jangan tertawa, aku tak masuk ke tokomu
poundku terbatas jumlahnya
pound yang pongah
euro, dollar dan rupiah terpuruk
di pasarnya
NAPOLEON
ada yang tak ingin mengenangmu, karena
menjadi kaisar adalah pengkhianatan
bagi revolusi yang menyala
berkobar api kebebasan, persaudaraan dan kesetaraan
telah diterjang bastille, telah dipenggal leher para tiran
tapi engkau memilih menjadi kaisar
kini di gedung itu, ada yang tak ingin mengenangmu
namamu berbaur di pemakaman pahlawan tak dikenal
LOUVRE
monalisa monalisa kau pandang wajah pengunjung
dengan mata dan senyum penuh rahasia
apakah masih kau simpan kode davinci?
dari mata para pencopet di tengah kerumunan
di aula besar itu, mungkin kau dengar bisikan
dari abad kegelapan dari abad pencerahan
di louvre, monalisa, piramida kembar berhadapan
piramida meruncing ke atas ke bawah
kau dengar suara suara dari negeri negeri jauh
negeri negeri yang dulu terjajah dan masih terjajah
hidup bukan sekedar mithologi, berupa patung dan lukisan
di louvre, aku memandangmu, menjauh dari kerumunan
EIFFEL
di puncak menara
sepasang kekasih berciuman
dan terus berciuman
seperti takut kehilangan
mungkin ingin mereka kekalkan
cinta dan kenangan
AVENUE DES CHAMP ELYSEES
soldes soldes
musim dingin mengundangmu berbelanja
sepanjang jalan champ elysees
pertokoan dan cafe
gedung gedung tua
peradaban ditawarkan etalase
memintamu menziarahi masa lalu
orang orang sibuk berbelanja
namun ada yang terpukur di sudut itu,
di cafe yang menghadap jalan raya
ada yang berpikir tentang revolusi
SEINE
salju tak membeku di sungai seine,
kapal kapal masih melaju
pasir dan batu, sphinx dan obelix
sampai di kota ini, kota kaum parisi
seine mengalir tenang, di paris yang riuh
kapal kapal masih berlayar
mengangkut kenangan demi kenangan
Sila ditengok juga:
Puisi Universitas Brawijaya
Nanang Suryadi Lecture UB
Web Nanang Suryadi
Kontes SEO
Comments
Post a Comment